Lubuk Pakam, Bimnews24. Com. Kejanggalan demi kejanggalan dalam perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam akhirnya mencuat ke publik. Ketua Umum Tim Kompas Nusantara (TKN), Adi Warman Lubis, melontarkan kritik pedas terhadap Jaksa Penuntut Umum Hairita Desiana Harahap, S.H., yang dinilainya terburu-buru membacakan tuntutan, meski proses persidangan belum mencapai tahap pemeriksaan saksi kunci.

“Baru dua kali sidang, saksi belum diperiksa, tapi tuntutan sudah dibacakan. Ini bukan proses hukum yang sehat—ini dagelan yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap peradilan,” kecam Adi Lubis usai mengikuti sidang kedua, Rabu (21/5/2025).

Adi menyebut dirinya sebagai pelapor sekaligus pendamping korban tidak pernah mendapat panggilan resmi baik dari pihak kejaksaan maupun pengadilan. “Kami hadir karena mendapat informasi dari penyidik, bukan karena dipanggil secara prosedural. Bahkan pesan singkat pun tak pernah kami terima,” ungkapnya.

Lebih mengejutkan, lanjutnya, dalam sidang pertama korban secara emosional mengungkap kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi yang dialaminya selama puluhan tahun, disertai pengakuan terdakwa sebagai pengguna sabu dan penjudi online. Semua fakta tersebut dicatat secara resmi oleh hakim.

Namun dalam sidang kedua, harapan akan keadilan justru sirna. “Tanpa ada pemeriksaan lanjutan, jaksa langsung membacakan tuntutan pidana selama 1 tahun 6 bulan. Hak korban untuk menyampaikan suara pun seakan ditiadakan,” ujarnya.

Keanehan lainnya, sidang yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB molor hingga dimulai pukul 14.40 WIB. Ketika Adi mencoba meminta waktu bicara, ia malah diarahkan untuk berbicara kepada jaksa. “Saya justru diperingatkan agar tidak ‘menekan jaksa’. Ini bukan tekanan, ini perjuangan mencari keadilan,” katanya.

Tak berhenti di situ, setelah berdiskusi dengan Kasi Pidum dan jaksa, Adi mendapat jawaban yang makin membuat geram. “Mereka bilang pelapor dan korban tidak wajib diundang dalam sidang pembacaan tuntutan. Ini pernyataan yang melawan semangat keadilan dan perlindungan terhadap korban,” cetusnya.

Adi Lubis mendesak Kejari Lubuk Pakam, Kejati Sumatera Utara, Mahkamah Agung, bahkan Presiden RI Prabowo Subianto untuk turun tangan. “Kalau hukum hanya jadi simbol, maka keadilan akan mati pelan-pelan. Ini bukan perkara KDRT semata, ini cermin kebobrokan sistem hukum yang harus dibenahi,” pungkasnya.(red).